Gelar adat Datuk Seri Indera Perkasa Negeri disematkan padanya. Sejarah mencatatnya sebagai seorang pejuang. Ilmu dan amalnya dikenang.
Dia adalah Brigjen TNI (Purn) H. Arifin Achmad. Lahir di Bagansiapi-api tahun 1924 dan meninggal tahun 1994. Jabatan Gubernur Riau diembannya dari tahun 1966 hingga tahun 1978.
Para tokoh dan datuk di Lembaga Adat Melayu Riau menilai Arifin Achmad memiliki kontribusi besar semasa hidup terhadap pembangunan “Bumi Lancang Kuning”. Pemirikannya tentang posisi adat sangat penting dalam pembangunan manusia yang tidak bisa hanya dibina dengan material, dinilai melampaui zaman kala itu.
Bahkan gagasan tersebut telah dicetuskan jauh sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 1997 mengakui bahwa adat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkup sosial masyarakat dunia.
Gelar adat Datuk Seri Indera Perkasa Negeri yang tersemat pada sosok Arifin Achmad, berarti bahwa dia adalah orang patut yang bercahaya dengan kemampuan besar merasakan jiwa dan raga daerahnya untuk dituangkan dalam kerja nyata.
Demikian diungkapkan Sekretaris Umum Majelis Kerapatan Adat, Lembaga Adat Melayu Riau, Datuk Taufik Ikram Jamil jelang penganugrerahan gelar Datuk Seri Indera Perkasa Negeri untuk almarhum Arifin Achamd pada awal Agustus 2020.
Saat menjabat sebagai Gubernur Riau, tutur Datuk Taufik Ikram Jamil, Arifin Achmad bersama Lembaga Adat Daerah Riau yang kemudian bernama Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), kerap meminta berbagai pemikiran, bahkan mengambil langkah nyata dalam berbagai pembangunan seperti pembangunan anjungan Riau di Taman Mini Indonesia, inventariasi adat pernikahan, pakaian, dan etika Melayu.
“Dia mengingatkan bahwa keragaman adat di Riau sebagai suatu keniscayaan yang merupakan kekayaan tersendiri,” ujar Datuk Taufik Ikram Jamil.
“Dari sistem kekerabatan saja misalnya, daereah ini tidak saja menganut patrilineal, tetapi juga materilineal, yang justeru saling mengisi. Tak pelak juga kalau dari awal, lembaga ini (LAMR) menganut sistem konferadasi—otonomi adat. Memang demikianlah sifat kebudayaan, tidak pernah memusat, tetapi justeru memberi aksentuasi tindakan berdasarkan muatan tempatan,” tambahnya lagi.
Dengan demikian, lanjutnya, adat juga adalah sesuatu yang tidak membatu, membeku, apalagi kematu. Adat akan dinamis, apalagi adat Melayu Riau yang senantiasa membuka diri pada perubahan, selain pada adat sebenar adat karena landasannya tidak akan berubah yakni al-Qur’an dan hadis.
“Oleh karenanya pulalah, kita masih bisa menikmati adat dan membicangkannya sampai sekarang dan bila-bila masa saja,” tuturnya.
Merinci muasal dan filosofi dibalik Gelar Datuk Seri Indera Perkasa Negeri yang kini tersemat dipangkal nama Arifin Achmad, berasal dari kata Sanskerta yakni Datu, maknanya adalah orang yang mulia, bahkan dapat bermakna sama dengan raja.
“Posisi Datuk dalam masyarakat di Riau pesisir maupun daratan, hampir sama. Perbedaannya hanya sedikit yakni melalui musyawarah para Datuk, seorang Datuk dapat menjadi pemimpin atau penguasa utama pada suatu kelompok tertentu di Riau daratan,” tuturnya.
“Tapi tidak demikian halnya di Riau pesisir, tidak sampai pada peneraju utama kekuasaan, paling-paling sebagai memegang kuasa untuk sementara seperti pernah terjadi di Kerajaan Siak Sri Inderapura. Cuma baik di Riau pesisir maupun Riau daratan, sama-sama menempatkan datuk sebagai orang mulia atau dalam bahasa tempatan disebut sebagai orang patut karena kemampuan dan pengabdiannya kepada masyarakat,” katanya lagi.
Sementara “seri”, kata Datuk Taufik Ikram Jamil lagi, menyarankan pengertian cahaya. Tetapi saran arti tersebut adalah sesuatu yang datang dari dalam diri seseorang, tidak dari benda lain.
“Tak pernah dikatakan, ‘Lampu berseri’ bagi alat penerangan yakni lampu atau bercahaya. Selalunya kata tersebut muncul untuk menggambarkan suatu suasana positif dari hati, misalnya melalui kalimat, ‘Serinya muncul ke muka’ atau ‘Wajahnya berseri-seri’. Hal ini juga menunjukkan ketidakpura-puraan atau keikhlasan terhadap satu maupun lain hal. Justeru bagian wajah pula yang dihadapkan pada Allah SWT,” paparnya.
“Alhasil, makna frase gelar adat Datuk Seri Indera Perkasa Negeri, menyarankan pengertian orang patut yang bercahaya dengan kemampuan besar merasakan jiwa dan raga daerahnya untuk dituangkan dalam kerja nyata,” ungkapnya.
Secara Adat, penganugerahan gelar tersebut kepada almarhum Arifin Achmad, lebih dulu diawali “pinangan gelar adat” ke rumah anggota keluarga. Dalam hal ini, belasan pemuka adat dari LAMR digelar acara dirumah anak dari adik bungsu almarhum, Hayati (74) di Pekanbaru.
“Ini salah satu rangkaian sebelum penabalan anugerah adat itu sendiri dilakukan. Sebelumnya, selain rapat-rapat, kita telah merisik,” kata Datuk Drs. Raja Yoserizak Zen, M.Sn. yang kala itu menjadi Ketua Pantia Anugerah Gelar Adat Istimewa Melayu Riau kepada Arifin Ahmad.
Kata Datuk Yose, acara “pinangan gelar adat” yang kala itu dilaksanakan di rumah kediaman adik bungsu almarhum, lantaran ahli waris yang bersangkutan berada di Jakarta dan Australia, yang amat terbatas dikunjungi dalam situasi pandemi sekarang.
“Alhamdulillah, ahli waris dan keluarga besar Datuk Seri Arifin Achmad telah menerima lamaran ini baik lisan maupun tertulis,” ujar Datuk Yose.
Dalam catatan Yose, almarhum Arifin Achmad merupakan sosok terlama menjadi Gubernur Riau. Dia memiliki tiga anak dari perkawinanya dengan Martha Lena, yakni Joycelyn Darmajanti, Rosslyn Sandra Andrisa,dan Saihatu Saniah.